Dalam kesempatan itu, Bidang pemanfaatan wisata dan air TNGS, Koko Komarudin mengatakan, pihaknya tidak memiliki kebijakan-kebijakan tersendiri antara masing-masing wilayah. “Sekup kebijakan kita utuk semua pengelolaan baik pengelolaan alam ataupun suberdaya hayati dan lain-lain,” ungkapnya.
Koko menjelaskan secara umum baik potensi, Objek daya tarik wisata (ODTW) maupun managemen pengelolaan alam dan pelibatan masyarakat serta dampak ekonomi yang bisa dirasakan masyarakat wilayah Gunung Salak.
TNGS, kata dia, Taman Nasional kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekositem asli di kelola dengan sistem zonasi yang di manfaatkan untuk ilmu penelitian, pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi berdasarkan undang-undang No. 5 Tahun 1990. Tentunya banyak masyarakat yang mempertanyakan dan berfikir adalah hutan lindung atau kawasan konservasi hanya unsur perlindungan saja.
Kawasan konservasi itu, lanjutnya, dibagi dua, ada kawasan pelrstarian alam dan ada suawaka alam. “TNGS ini menadi kawasan pelestarian alam dan ada zonasinya diantaranya, zona inti, zona rimba, zona pemanfatan, zona khusus, zona rehabilitasi, zona teradisional dan zona religi budaya.
“Jadi memang manfaatnya itu ada unsur edukasinya dan manfaat untuk jasa lingkungan. Kaitannya dengan pariwisata dan rekreasi, bukan hutan produsi, jadi tidak ada pemanfaatan dari produksi, vegetasi baik tumbuhan atau satwa. Pemanfaatan TNGS lebih kearah jasa lingkungan yakni, wisata, air, panas bumi dan karbon,” tutur Koko.
“Selain itu, sambung Koko, TNGHS tengah melakukan monitoring dan evaluasi terhadap permohonan IUPSWA. Sedangkan yang sedang berproses izin sebanyak 14 Perseroan Terbatas (PT). Akan tetapi baru ada 1 PT yang telah mendapatkan izin IUPSWA sesuai peraturan perundangan yang berlaku. (1 PT terbit izin depinitif). (Red 2)